Rabu, 26 Oktober 2016

Beautiful waterfall in West Kalimantan

TIKALONG WATERFALL

MERASAP WATERFALL


GURUNG SUMPIT WATERFALL


NOKANAYAN WATERFALL


MELANGGAR WATERFALL

PANCUR AJI WATERFALL

SYARAT PAILIT

     Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, syarat-syarat pailit dirumuskan sebagai berikut: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya”. Dalam rumusan tersebut setidaknya ada empat syarat pailit, yaitu Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor; Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu; Dapat ditagih; dan Dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya. 
 A.   SYARAT “DEBITOR YANG MEMPUNYAI DUA ATAU LEBIH KREDITOR” 
        Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam hukum kepailitan Debitor harus memiliki minimal dua Kreditor. Kembali pada tujuan kepailitan itu sendiri, berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam paragraf dua belas dinyatakan bahwa tujuan kepailitan adalah :
• Untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari Debitor.
• Untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya. 
Dari uraian di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa dalam hukum Kepailitan, yang menjadi tujuan adalah memberikan keadilan bagi para Kreditor yang memiliki Debitor yang sama. Sebab, jika Debitor tersebut pailit terhadap salah satu Kreditornya, maka secara otomatis Debitor tersebut juga pailit terhadap Kreditornya yang lain, sehingga perlu diatur bagaimana pertanggungjawaban Debitor terhadap para Kreditornya itu, supaya nanti pembagian harta Debitor yang disita dapat “Cukup” dan dirasa adil untuk melunasi utang-utang para Kreditornya tersebut. 
        Syarat keharusan adanya dua atau lebih Kreditor ini disebut concursus creditorium. Beda halnya jika Debitor hanya memiliki satu Kreditor, jika terjadi wanprestasi misalnya, maka seluruh harta Debitor secara otomatis telah menjadi jaminan terhadap utangnya tersebut. Sehingga, tidak perlu adanya pembagian harta Debitor yang disita terhadap Kreditor. Itulah alasan mengapa kepailitan mensyaratkan adanya dua atau lebih kreditor. Ilustrasi tentang kepailitan, misalnya Andre meminjam uang dengan Sule sebesar Rp.5000, dengan alasan untuk modal usaha. Karena dirasa kurang Andre meminjam lagi kepada Aziz sebesar Rp.10.000, utangnya tersebut dijanjikan akan dikembalikan sebulan setelah peminjaman, namun pada saat waktu pembayaran tiba, Andre hanya memiliki uang Rp.5000 dan tentu saja tidak cukup untuk melunasi utang-utangnya, sebab total utangnya adalah Rp.15.000. Kemudian Andre bermaksud untuk membayar utang Sule terlebih dahulu, sebab uangnya cukup hanya untuk membayar utangnya pada Sule saja, Aziz yang mengetahui hal tersebut tentu kecewa, karena merasa dirugikan. Nah, dalam hal ini, hukum kepailitan menghendaki supaya piutang Sule dan Aziz dibayar bersamaan, oleh sebab itu dilakukanlah sita umum terhadap semua kekayaan Andre, supaya uangnya cukup untuk melunasi utang-utangnya tersebut sesuai dengan jumlah yang telah ia pinjam. Maka menurut Penulis, kesimpulannya jika Debitor hanya memiliki satu Kreditor yang utangnya tidak dapat ia lunasi maka debitor tersebut disebut Wanprestasi. Sedangkan jika Debitor tersebut memiliki beberapa Kreditor yang utangnya tidak dapat ia lunasi maka debitor tersebut disebut Pailit.
B.   SYARAT “TIDAK MEMBAYAR LUNAS SEDIKITNYA SATU UTANG YANG TELAH                  JATUH WAKTU” 
   Dalam pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan, “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”, kemudian dalam pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga diyatakan, “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Setiap orang yang melakukan perikatan dengan pihak lain tentu saja saling sepakat atau setuju dengan apa saja hal-hal yang akan dicantumkan dalam perikatan tersebut, dan sepakat atau setuju pula untuk melakukan setiap kewajiban yang akan timbul dari perikatan tersebut. Yang ingin penulis sampaikan adalah, yang dimaksud dengan “tidak membayar lunas” disini adalah tidak menjalankan kewajibannya secara penuh, artinya Debitor bisa saja telah membayar setengah dari total utang-utangnya tersebut. Dengan kata lain, walaupun Debitor telah membayar separoh utang-utangnya, Debitor tersebut masih dapat dinyatakan pailit, dengan catatan telah jatuh waktu. Sebab menurut ketentuan pasal 1269 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu datang; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu datang, tak dapat diminta kembali”. Dalam arti yang lebih spesifik lagi, “tidak membayar lunas” dapat juga berarti bahwa tidak membayar sama sekali. Sehingga menurut penulis, kata “tidak membayar lunas” itu sendiri mengandung dua arti, yaitu dapat berarti “telah membayar separoh” dan/atau “tidak membayar sama sekali”. Kenapa penulis menggunakan kata “dan/atau” karena Debitur tersebut memiliki dua atau lebih Kreditur. utang yang dimaksud disini adalah utang uang ataupun utang barang yang dapat dinyatakan dengan uang yang ditimbulkan dari adanya perjanjian pinjam meminjam. Kesimpulannya, Debitor yang telah membayar separoh (tidak membayar lunas) maupun tidak membayar sama sekali sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dapat dinyatakan pailit. 
C. SYARAT “DAPAT DITAGIH” 
   Dari beberapa artikel kepailitan yang penulis baca, tidak ada satupun yang menyebutkan secara spesifik bahwa “dapat ditagih” ini merupakan salah satu syarat penting kepailitan. Menurut penulis sendiri, “dapat ditagih” ini adalah suatu syarat yang penting, berikut penulis sampaikan alasan-alasannya. Berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan adanya sebab-sebab yang halal. termasuk perjanjian utang piutang, syarat-syarat tersebut juga harus dipenuhi supaya sah menurut hukum dan sebagai dasar supaya “dapat ditagih” nya suatu prestasi yang diharapkan. Adanya kesepakatan berarti perjanjian tersebut dibuat tidak dengan tipu daya dan lain sebagainya yang merugikan salah satu pihak. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti setiap pihak, secara hukum dianggap mampu bertanggung jawab atas setiap perbuatannya, mengerti dan memahami apa yang diperbuatnya. Sesuatu hal disini dapat berarti untuk saling memberikan sesuatu, untuk saling berbuat sesuatu, atau bahkan untuk saling tidak berbuat sesuatu. Sebab-sebab yang halal, berarti tidak bertentangan dengan undang-undang, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma agama. Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa utang yang “dapat ditagih” adalah utang yang didasari oleh perjanjian pinjam meminjam yang memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 1320 KUHP. 
D. SYARAT “DINYATAKAN PAILIT DENGAN PUTUSAN PENGADILAN, BAIK ATAS PERMOHONANNYA SENDIRI MAUPUN ATAS PERMOHONAN SATU ATAU LEBIH KREDITORNYA” 
Setiap Debitor pailit harus dinyatakan dengan Putusan Pengadilan, hal ini demi keadilan baik bagi Debitor maupun bagi Kreditor, selain itu juga demi kepastian hukum supaya dapat dilakukan sita umum terhadap seluruh harta kekayaan Debitor pailit tersebut. Permohonan pailit dapat diajukan oleh Debitor sendiri maupun oleh salah satu atau lebih Kreditornya. Kreditor yang boleh mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga adalah Kreditor konkuren, mengapa demikian?. Hal ini disebabkan karena Kreditor preferen/separatis telah memegang hak jaminan atas piutang-piutangnya, sehingga tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat Kreditor separatis telah terjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang telah dibebani dengan hak jaminan.